Isi Jokowi 3 Periode Kembali Berhembus, Keputusan Perpanjangan Jabatan di Tangan Parpol

Isi Jokowi 3 Periode Kembali Berhembus, Keputusan Perpanjangan Jabatan di Tangan Parpol
Berdasarkan survei terbaru Indikator Politik, dukungan publik perpanjangan jabatan presiden atau Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju kembali dalam Pilpres untuk periode ketiga semakin meningkat. Namun keputusan perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode berada di tangan partai politik.
Direktur Eksekutif Central for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengatakan perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) atau Jokowi maju kembali 3 periode sudah tidak menjadi fokus bagi publik.
Justru saat ini, publik fokus dengan tolak ukur bahwa masa jabatan Presiden Jokowi harus selesai pada tahun 2024, meski saat ini pemerintah sedang bekerja keras dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi.
“Pemerintahan akan berganti secara konstitusi. Pak Jokowi tidak mungkin lagi mencalonkan diri. Maka semestinya, usaha yang sangat keras harus dilakukan jajaran menteri dan kita semua. Karena kita tahu, (pemerintahan Jokowi) harus meninggalkan legacy agar tidak menimbulkan PR bagi pemerintah yang selanjutnya,” kata Philips J Vermonte dalam acara penyampaian hasil survei Indikator secara daring, Minggu (9/1/2022).
Diakuinya, berdasarkan catatan sejarah, pernah terjadi penundaan pemilu, seperti di tahun 1997. Pemilu ditunda dan baru diadakan pada tahun 1999. Penundaan itu dilakukan karena masyarakat ingin mendapatkan legitimasi pemerintahan yang baru setelah orde otoritarian selesai. Karena harus ada legitimasi bagi pemerintahan baru maka pemilunya ditunda, kalau tidak ditunda maka tidak ada legitimasi bagi pemerintahan orde demokrasi yang baru.
“Memang ada presedennya. Cuma nanti saya khawatir, kalau kita bilang ada preseden, tidak ada pergantian pemerintahan selama 30 tahun itu, ada presedennya juga, kita yang repot kalau kita ngomong preseden kan, karena ada macam-macam preseden,” ujar Philips J Vermonte.
Karena itu, daripada membicarakan wacana tersebut, Philips menegaskan lebih baik kembali ke aturan main yang telah ditetapkan, bahwa masa jabatan Presiden akan berakhir pada 2024. Hal itu akan menjadi tolak ukur waktu untuk menyelesaikan masa jabatan presiden.
“Cuma memang, semua keputusan ini ada di tangan partai politik, yang kita tidak tahu juga ya perbincangan parpol, karena dia akan melalui proses-proses permintaan dan keputusan politik,” tegas Philips J Vermonte.
Berdasarkan survei Indikator, Philips melihat masyarakat yang tahu wacana tersebut, relatif menyatakan tidak setuju bila dilakukan perpanjangan tiga periode, penundaan pemilu atau Jokowi maju kembali untuk 3 periode.
Artinya, lanjut Philips, masyarakat tidak kehilangan pandangan terhadap masa jabatan presiden. Memang betul ada kebutuhan untuk recovery/pemulihan, tetapi di sisi lain, masyarakat melihat harus ada regenerasi kepemimpinan.
“Regenarasi kepemimpinan harus berlangsung terus. Indonesia ini kan maunya hidup lebih panjang. Ada banyak potensi kepemimpinan yang bisa menjawab tantangan-tantangan baru yang sedang kita hadapi baik secara domestik maupun secara global,” terang Philips J Vermonte.
Dalam acara yang sama, Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai perpanjangan pemilu atau memperpendek pemilu di negara Indonesia bukan sesuatu yang diharamkan, karena sudah ada sejarahnya.
“Bahwa memajukan pemilu atau mengundurkan pemilu sudah pernah terjadi di bangsa kita dan itu bukan suatu yang haram. Jadi itu, persoalan kebutuhan saja kok. Mana yang paling prioritas,” kata Bahlil Lahadalia.
Menurut sejarah, kata Bahlil, pada tahun 1997 telah dilakukan pemilu. Namun karena terjadi reformasi di tahun 1999, maka pemilu yang seharusnya digelar 2002, akhirnya dipercepat, dilaksanakan pada 1999.
“Waktu itu kita enggak melakukan perubahan UUD 1945. Perubahan UUD 1945 ada setelah hasil pemilu, kalau tidak salah. Di Orde Lama pun demikian, terjadi krisis konstitusi, muncul dekrit segala macam, kembali ke UUD 1945, bubarkan RIS, kemudian pemilu beberapa kali enggak ada. Jadi sudah pernah terjadi,” terang Bahlil Lahadalia.
Seperti diketahui, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebutkan tren peningkatan dukungan Jokowi kembali menjadi capres di Pilpres 2024. Pada September 2021, hanya 27,5% responden yang mendukung Jokowi untuk maju pada periode ketiganya.
Namun, dukungan ini meningkat dalam dua survei terakhir, yakni pada November 2021 dengan tingkat dukungan berada pada angka 38,4% dan pada Desember 2021 kembali meningkat menjadi 40%. Tren peningkatan ini tidak berbeda jauh dengan dukungan publik terhadap perpanjangan masa jabatan presiden untuk tiga periode.
Pada September 2021, hanya 23,9% responden yang mendukung wacana masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode. Namun, dalam dua survei terakhir, dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden mengalami peningkatan yang signifikan. Pada November 2021, yang setuju masa jabatan presiden diperpanjang tiga periode naik menjadi 35,6% dan kembali naik pada Desember 2021 menjadi 38,6%.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)